Senin, 20 April 2015

MEMAHAMI KASUS KOMPLIKASI PADA BBL



MAKALAH MEMAHAMI KASUS KOMPLIKASI PADA BBL
(Asfiksia Intrauterin, Asfiksia Ekstrauterin, Hipoglikemia, Sepsis, Kejang)

Disusun Oleh
Kelompok 15:
Lina Wardina
Musyarrofah
St. Rowibah


AKADEMI KEBIDANAN NGUDIA HUSADA MADURA
2015




KATA PENGANTAR

            Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan hidayatnya, sehingga kami sebagai penyaji makalah dapat menyusun makalah ini dengan sebaik mungkin, makalah kami yang tentang kegawatdaruratan maternal dan neonatal tentu saja masih memerlukan masukan dari semua pihak guna penyempurnaan dalam makalah kami yang penuh dengan keterbatasan dan kekurangan.
            Terima kasih kami ucapkan karena telah memberikan kami kesempatan dalam  penyelesaian tugas bersama teman – teman.
            Akhir kata semoga makalah ini memberi manfaat bagi kita semua. Amin Ya Robbal Alamin.




Bangkalan, 10 April 2015


                                                                                                     Penyusun











DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I : PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG............................................................................... 1
1.2 TUJUAN.................................................................................................... 2
BAB II : PEMBAHASAN
2.1 Asfiksia Intaruterin..................................................................................... 3
2.2 Asfikasi Ektrauterin.................................................................................... 6
2.3 Hipoglikemi................................................................................................ 9
2.4 Sepsis.......................................................................................................... 14
2.5 Kejang........................................................................................................ 16
BAB III : PENUTUP
3.1 KESIMPULAN......................................................................................... 21
3.2 SARAN...................................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA






BAB I
PENDAHULUAN
1.1  LATAR BELAKANG
Bayi baru lahir atau neonatus meliputi umur 0 – 28 hari. Kehidupan pada masa neonatus ini sangat rawan oleh karena memerlukan penyesuaian fisiologik agar bayi di luar kandungan dapat hidup sebaik-baiknya. Hal ini dapat dilihat dari tingginya angka kesakitan dan angka kematian neonatus. Diperkirakan 2/3 kematian bayi di bawah umur satu tahun terjadi pada masa neonatus. Peralihan dari kehidupan intrauterin ke ekstrauterin memerlukan berbagai perubahan biokimia dan faali. Dengan terpisahnya bayi dari ibu, maka terjadilah awal proses fisiologik.
Banyak masalah pada bayi baru lahir yang berhubungan dengan gangguan atau kegagalan penyesuaian biokimia dan faali yang disebabkan oleh prematuritas, kelainan anatomik, dan lingkungan yang kurang baik dalam kandungan, pada persalinan maupun sesudah lahir.
Masalah pada neonatus biasanya timbul sebagai akibat yang spesifik terjadi pada masa perinatal. Tidak hanya merupakan penyebab kematian tetapi juga kecacatan. Masalah ini timbul sebagai akibat buruknya kesehatan ibu, perawatan kehamilan yang kurang memadai, manajemen persalinan yang tidak tepat dan tidak bersih, kurangnya perawatan bayi baru lahir. Kalau ibu meninggal pada waktu melahirkan, si bayi akan mempunyai kesempatan hidup yang kecil. Ada beberapa kasus pada bayi baru lahir yaitu asfiksia intrauterin, asfiksia ekstrauterin, hipoglikemia, sepsis dan kejang.







1.2  TUJUAN
a.      Tujuan Umum
Agar mahasiswi memahami tentang kasus komplikasi pada Bayi Baru Lahir (Asfiksia Intrauterine. Asfiksia Ekstrauterin, Sepsis, Hipoglikemia, Kejang)
b.      Tujuan Khusus
Untuk memenuhi tugas mata kuliah kegawatdaruratan maternal dan neonatal I



BAB II
PEMBAHASAN
2.1  ASFIKSIA INTRAUTERIN
A.    Pengertian
Asfiksia intrauterin adalah suatu keadaan dimana janin dalam rahim kekurangan oksigen dan kemudian diikuti dengan penimbunan asam asetat serta karbon dioksida (CO2) sehingga mengakibatkan keadaan asidosis intrauterin. Biasanya, keadaan ini terjadi karena terjadi gangguan dalam pertukaran gas (gas exchange), bisa terjadi secara akut (misalnya kompresi tali pusat) dan juga secara kronik (misalnya kehamilan post-term).
B.     Gejala
1.      Abnormalitas bunyi jantung janin (bradikardia, takikardia, irregularitas ataupun deselerasi tipe lambat dan variabel).
2.      Berkurangnya aktivitas / gerakan janin, yakni, 4 kali per 10 menit (bisa dilihat dengan kardiotokografi).
3.      Dijumpai pertumbuhan janin terhambat (PJT).
4.      Dijumpai mekoneum dalam air ketuban.
C.    Etiologi
1.      Insufisiensi utero plasenta
2.      Kompresi tali pusat
3.      Komplikasi janin misalnya akibat sepsis atau perdarahan
D.    Diagnosis
1.      Pasien umumnya termasuk kategori kehamilan risiko tinggi (high risk pregnancy).
2.      Abnormalitas bunyi jantung janin ketika di dengarkan melalui Doppler/funduskop, NST, CTG (bradikardia, takikardia, irregularitas ataupun deselerasi tipe lambat dan variabel).
3.      Berkurangnya aktivitas / gerakan janin, yakni, 4 kali per 10 menit (bisa dilihat dengan kardiotokografi).
E.     Penatalaksanaan
Secara prinsip, keadaan asfiksia intrauterin memberikan tanda bahwa janin harus dilahirkan dengan cara yang paling aman dalam waktu yang secepatnya, yakni setelah janin tersebut dipulihkan dari asfiksianya terlebih dulu.
Cara persalinan:
·         Per vaginam apabila telah dicapai kala II dan syarat – syarat untuk itu telah terpenuhi.
·         Seksio sesarea apabila syarat per vaginam tidak terpenuhi atau kala II tidak dapat diharapkan dalam waktu singkat.
Catatan: melahirkan janin yang dalam keadaan asfiksia dengan cara apapun, tidak dianjurkan sebelum dilakukan resusitasi intrauterin terlebih dulu.
F.     Komplikasi
1.      IUGR
      Merupakan terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim, sehingga beberapa parameter janin berada dibawah sepuluh persentil (kurang dari 2 SD) dari umur kehamilan yang seharusnya. Hal ini disebabkan keadaan hipoksia.
2.      Asidosis
      Hipoksia juga menyebabkan terjadinya metabolisme anerobik sehingga menyebabkan asidosis (penurunan pH darah janin). Perubahan pertukaran gas dan transpor oksigen selama kehamilan dan persalinan akan mempengaruhi oksigenasi sel-sel tubuh yang selanjutnya dapat mengakibatkan gangguan fungsi sel. Pada tingkat permulaan gangguan ini mungkin hanya menimbulkan asidosis respiratorik. Bila gangguan berlanjut, dalam tubuh terjadi metabolisme anaerobik.  Proses ini berupa glikolisis glikogen tubuh, sehingga sumber-sumber glikogen tubuh terutama dalam jantung dan hati berkurang. Asam-asam organik yang dihasilkan akibat metabolisme akan menyebabkan terjadinya asidosis metabolik.
3.      Iskemia usus dan ginjal, serta perdarahan intraventrikuler di otak.
      Pada hipoksia terjadi pengalihan pasokan darah dari organ yang kurang penting (usus dan ginjal) sampai organ yang penting (otak dan jantung). Dengan demikian maka hipoksia akan menyebabkan iskemia usus dan ginjal serta perdarahan intraventrikuler di otak.
4.      Iskemia miokardium dan serebral
      Hipoksia berat akan menyebabkan penurunan curah jantung sehingga terjadi iskemia miokardium dan serebral. Hal ini terjadi karena kerja jantung yang terganggu akibat dipakainya simpanan glikogen di dalam jaringan jantung. Asidosis metabolik yang terjadi juga mengganggu fungsi sel-sel jantung dan paru.
5.      IUFD
      Keadaan di mana tidak adanya tanda-tanda kehidupan janin dalam kandungan. Pada dasarnya kematian janin merupakan hasil akhir dari gangguan pertumbuhan janin, gawat janin dan akibat dari infeksi yang tidak terdiagnosis sebelumnya sehingga tidak diobati.
6.      Stillbirth
      Kelahiran mati ialah kelahiran hasil konsepsi dalam keadaan mati yang telah mencapai umur kehamilan 28 minggu (atau berat lahir lebih atau sama dengan 1000 gram).
7.      Asfiksia Neonatorum
      Asfiksia yang terjadi pada bayi baru lahir biasanya merupakan kelanjutan dari anoxia / hipoksia janin.
G.    Stabilisasi
1.      Memberikan oksigenasasi sebelum rujukan
2.      Meberikan bantuan cairan infuse bila perlu
H.    Prognosa
1)      Kardiotokografi (CTG): NST ataupun CST bila perlu.
2)      Amnioskopi.
3)      Ultrasonografi untuk menilai jumlah air ketuban (AFI).
I.       Rujukan
1.      PONED Obgyn / PUSKESMAS
2.      Rumah Sakit / Rumah Bersalin
3.      Ruang perawatan obstetric

J.      Dokumentasi
Pengkajian identitas
Data Subjektif : ibu mengatakan gerakan janin berkurang
Data objektif : DJJ >160x/mnit atau <120x/mnit
Assasement : Ny”…” GPapiah UK H/T/I, presentasi…., dengan kehamilan Fetal Distress
Penatalaksanaan : mempersiapkan proses persalinan
Cara persalinan:
·         Per vaginam apabila telah dicapai kala II dan syarat – syarat untuk itu telah terpenuhi.
·         Seksio sesarea apabila syarat per vaginam tidak terpenuhi atau kala II tidak dapat diharapkan dalam waktu singkat.

2.2  ASFIKSIA EKSTRAUTERIN
A.    Pengertian
Asfiksia neonatorum adalah kegagalan bernapas secara spontan dan teratur  pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir yang ditandai dengan keadaan PaO2 di dalam darah rendah (hipoksemia), hiperkarbia (Pa CO2 meningkat) dan asidosis.
B.     Gejala
Bayi tidak bernapas atau napas megap-megap, denyut jantung kurang dari 100 x/menit, kulit sianosis, pucat, tonus otot menurun, tidak ada respon terhadap refleks rangsangan.
C.    Etiologi
Penyebab asfiksia dapat berasal dari faktor ibu, janin dan plasenta. Adanya hipoksia dan iskemia jaringan menyebabkan perubahan fungsional dan biokimia pada janin. Faktor ini yang berperan pada kejadian asfiksia.
D.    Diagnosis
Anamnesis : Gangguan/kesulitan waktu lahir, lahir tidak bernafas/menangis.
Pemeriksaan fisik :
Nilai Apgar
Klinis
0
1
2
Detak jantung
Tidak ada
< 100 x/menit
>100x/menit
Pernafasan
Tidak ada
Tak teratur
Tangis kuat
Refleks saat jalan nafas dibersihkan
Tidak ada
Menyeringai
Batuk/bersin
Tonus otot
Lunglai
Fleksi ekstrimitas (lemah)
Fleksi kuat gerak aktif
Warna kulit
Biru pucat
Tubuh merah ekstrimitas biru
Merah seluruh tubuh


Nilai 0-3   : Asfiksia berat
Nilai 4-6   : Asfiksia sedang
Nilai 7-10 : Normal
Dilakukan pemantauan nilai apgar pada menit ke-1 dan menit ke-5, bila nilai apgar 5 menit  masih kurang dari 7 penilaian dilanjutkan tiap 5 menit sampai skor mencapai 7. Nilai Apgar berguna untuk menilai keberhasilan resusitasi bayi baru lahir dan  menentukan prognosis, bukan untuk memulai resusitasi karena resusitasi dimulai 30 detik setelah lahir bila bayi tidak menangis. (bukan 1 menit seperti penilaian skor Apgar)
E.     Penatalaksanaan
a.       Resusitasi
ü  Tahapan resusitasi tidak melihat nilai apgar (lihat bagan)
ü  Terapi medikamentosa
b.      Suportif
ü  Jaga kehangatan.
ü  Jaga saluran napas agar tetap bersih dan terbuka.
ü  Koreksi gangguan metabolik (cairan, glukosa darah dan elektrolit)
F.     Komplikasi
Meliputi berbagai organ yaitu :
Otak : hipoksik iskemik ensefalopati, edema serebri
Jantung dan paru : perdarahan paru, edema paru
Ginjal : tubular nekrosis akut, SIADH
Hematologi : DIC
G.    Stabilisasi
H.    Prognosa
a.       Asfiksia Ringan    : Tergantung pada kecepatan penatalaksanaan.
b.      Asfikisia Berat      : Dapat menimbulkan kematian pada hari-hari pertama kelainan saraf. Asfiksia dengan PH 6,9 dapat menyababkan kejang sampai koma dan kelainan neurologis permanen,misalnya retardasi mental.
I.       Dokumentasi
Data Subjektif : -
Data objektif : Apgar Score <7, Bayi tidak bernapas atau napas megap-megap, denyut jantung kurang dari 100 x/menit, kulit sianosis, pucat, tonus otot menurun, tidak ada respon terhadap refleks rangsangan.
Assasement : By.Ny.”…” Usia ….. dengan Asfiksia Neonaturum
Penatalaksanaan : menghisap lendir → menjaga bayi agar tetap hangat
resusiatasi

2.3  HIPOGLIKEMIA
A.    Pengertian
Hipoglikemia pada neonatus didefinisikan sebagai kondisi dimana glukosa plasma di bawah 30 mg/dL (1.65 mmol/L) dalam 24 jam pertama kehidupan dan kurang dari 45 mg/dL (2.5 mmol/L) setelahnya (Cranmer,2013). Estimasi rata-rata kadar glukosa darah pada fetus adalah 15 mg/dL lebih rendah daripada konsentrasi glukosa maternal. Konsentrasi glukosa akankemudian berangsur-angsur menurunpada periode postnatal. Konsentrasi di bawah 45 mg/dL didefinisikan sebagai hipoglikemia. Dalam 3 jam, konsentrasi glukosa pada bayi aterm normal akan stabil, berada di antara 50-80 mg/dL. Terdapat dua kelompok neonatus dengan risiko tinggi mengalami hipoglikemia, yaitu bayi lahir dari ibu diabetik (IDM) dan bayi IUGR (Hay et al, 2007).

B.     Gejala
Lucile Packard Children’s Hospital, 2013, memaparkan bahwa tanda-tanda hipoglikemia pada neonatus meliputi :
·         Jitteriness (gerakan gelisah)
·         Sianosis
·         apnea (stopping breathing)
·         hipotermi (low body temperature)
·         lethargy (lemas)
·         Tangisan yang lemah atau bernada tinggi
·         seizures atau kejang
C.    Etiologi
Penyebab hipoglikemia pada neonatus, meliputi :
1)      Persistent Hyperinsulinemic Hypoglicemia of Infancy.
2)      Penyimpanan glikogen yang terbatas ( misalnya pada prematur dan IUGR)
3)      Peningkatan penggunaan glukosa ( seperti pada kasus hipotermia, polisitemia, sepsis, defisiensi hormon pertumbuhan ).
4)      Penurunan glikogenolisis, gluokoneogenesis, atau penggunaan substrat alternatif ( misalnya pada gangguan metabolisme dan insufisiensi adrenal).
5)      Penurunan penyimpanan glikogen ( seperti pada stress akibat asfiksia perinatal, dan starvation).

Pada hipoglikemia ketotik, penyimpanan glikogen mudah berkurang, dan dikombinasi dengan produksi glukosa melalui gluconeogenesis yang tidak adekuat, berakibat pada terjadinya hipoglikemia.Jadi, oksigenasi asam lemak diperlukan dalam menyediakan substrat untuk gluconeogenesis dan ketogenesis.Keton, yang merupakan hasil samping dari metabolisme asam lemak, diekskresikan melalui urin dan menunjukkan kondisi kelaparan (starved state) (Cranmer, 2013).
D.    Diagnosis
Anamnesis
·         Riwayat bayi  menderita asfiksia, hipotermi, hipertermi, gangguan pernapasan
·         Riwayat bayi prematur
·         Riwayat bayi Besar untuk Masa Kehamilan (BMK)
·         Riwayat bayi Kecil untuk Masa Kehamilan (KMK)
·         Riwayat bayi dengan ibu Diabetes Mellitus
·         Riwayat bayi dengan Penyakit Jantung Bawaan
·         Bayi yang beresiko terkena hipoglikemia
Ø  Bayi dari ibu diabetes (IDM)
Ø  Bayi yang besar untuk masa kehamilan (LGA)
Ø  Bayi yang kecil untuk masa kehamilan (SGA)
Ø  Bayi prematur dan lewat bulan
Ø  Bayi sakit atau stress (RDS, hipotermia)
Ø  Bayi puasa
Ø  Bayi dengan polisitemia
Ø  Bayi dengan eritroblastosis
Ø  Obat-obat yang dikonsumsi ibu, misalnya sterorid, beta-simpatomimetik dan beta blocker

E.     Penatalaksanaan
Pada neonatus yang beresiko tinggi gula darah harus diukur tiap 2 jam, selama 12 jam selanjutnya 6 jam sampai 48 jam bila glukosa menunjukkan hasil yang rendah koreksi dan segera lakukan perbaikan terhadap factor-faktor yang dapat memperburuk misal suhu lingkungan dan oksigenasi
F.     Komplikasi
Saat timbulnya gejala bervariasi dari beberapa hari sampai satu minggu setelah lahir. Berikut ini merupakan gejala klinis yang disusun mulai dengan frekuensi tersering, yaitu gemetar atau tremor, serangan sianosis, apati, kejang, serangan apnea intermiten atau takipnea, tangis yang melemah atau melengking, kelumpuhan atau letargi, kesulitan minum dan terdapat gerakan putar mata. Dapat pula timbul keringat dingin, pucat, hipotermia, gagal jantung dan henti jantung. Sering berbagai gejala timbul bersama-sama. Karena gejala klinis tersebut dapat disebabkan oleh bermacam-macam sebab, maka bila gejala tidak menghilang setelah pemberian glukosa yang adekuat, perlu dipikirkan penyebab lain.

G.    Stabilisasi
1.      Memastikan bayi berada dalam suhu yang hangat
2.      Memberikan bantuan oksigenasi bila perlu
H.    Prognosa
Jika tidak diobati, Hipoglikemia yang berat dan berkepanjangan dapat menyebabkan kematian pada setiap golongan umur. Pada neonatus prognosis tergantung dari berat, lama, adanya gejala-gejala klinik dan kelainan patologik yang menyertainya, demikian pula etiologi, diagnosis dini dan pengobatan yang adekuat
a)      Hipoglikemia neonatus
Berdasarkan tingkat beratnya Hipoglikemia neonatus dapat digolongkan:
1.      Hipoglikemia transisional
Prognosisnya baik dan tergantung kepada kelainan yang mendasarinya misal : asfiksia perinatal. Tidak ada korelasi antara rendahnya kadar gula dengan mortalitas/morbiditas bayi. Kebanyakan bayi tetap hidup walaupun dengan kadar gula 20 mg/100 ml.
2.      Hipoglikemia sekunder
Mortalitas neonatus pada kelompok ini disebabkan oleh kelainan yang menyertainya. Bayi yang menderita Hipoglikemia tipe ini, sedikit menderita sekuele akibat Hipoglikemianya, tetapi lebih banyak akibat kelainan patologik yang menyertainya.
3.      Hipoglikemia transien
Bayi yang termasuk dalam kelompok ini bila tidak diobati akan mati. Bayi-bayi tersebut seringkali pada BBLR dan KMK yang bisa disertai dengan komplikasi akibat BBLR dan KMK sendiri, demikian pula masalah-masalah perinatal yang bisa menyebabkan ganggguan mental, perilaku dan kejang-kejang yang tidak ada hubungannya dengan hipoglikemia.
Pada penelitian prospektif dengan menggunakan kontrol, bayi-bayi kelompok ini yang diamati sampai umur 7 tahun ternyata terdapat gangguan intelektual yang minimal, tetapi tidak ada cacat nerologik yang berat.
4.      Hipoglikemia berat (berulang)
Keompok ini bisa dibagi atas beberapa katagori yang masing-masing mempunyai masalah tersendiri yang mempengaruhi prognosisnya.
b)     Bayi/Anak
Hipogikemia tergantung dari etiologinya, cenderung kurang berat pada bayi yang lebih tua dan anak. Tetapi dapat berakibat gangguan kepribadian kelainan pelaku dan kelainan nerologik. Nampaknya terdapat kepekaan umur khusus pada Hipogikemia ketosis yang dimulai pada umur 9 ­ 12 bulan dan mencapai puncaknya pada umur 18 ­ 30 bulan, kemudian sembuh sendiri pada umur 4-7 tahun atau 9-10 tahun.
Adenoma sel beta frekuensi meningkat sesudah masa neonatus yaitu pada umur 5-15 tahun. Prognosisnya dapat digambarkan sebagai berikut: anak-anak yang diobati secara bedah 1 meninggal karena tindakan operasi, 1 menderita DM yang memerlukan insulin, 1 hanya memerlukan insulin selama 28 hari dan 8 mempunyai sekuele nerologik maupun kepribadian dan tingkah laku. Empat belas anak (56%) sembuh sempurna.
I.       Rujukan
1.      PUSKESMAS
2.      Rumah Sakit
J.      Dokumentasi
Data Subjektif : ibu mengatakan bahwa bayinya lemas, tangisan lemah
Data objektif : GDA <30 mg/dl
Assasement : By.Ny.”…” Usia ….. dengan hipoglikemi
Penatalaksanaan : menjaga suhu tubuh bayi agar tetap hangat → meberikan bantuan oksigenasi bila perlu → mengecek kadar gula tiap 2 jam

2.4  SEPSIS
A.    Pengertian
Sepsis adalah infeksi berat yang umumnya disebabkan oleh bakteri, yang bisa berasal dari organ-organ dalam tubuh seperti paru-paru, usus, saluran kemih, atau kulit yang menghasilkan toksin / racun yang menyebabkan system kekebalan tubuh menyerang organ dan jaringan tubuh sendiri. sepsis dapat mengakibatkan komplikasi yang serius mengenai ginjal, paru-paru, otak dan pendengaran bahkan kematian.
B.     Gejala
1.      Tidak mau minum ASI atau muntah
2.      Suhu tubuh >38oC diukur melalui anus atau lebih rendah dari normal, rewel
3.      Lemas dan tidak responsive
4.      Tidak aktif bergerak
5.      Perubahan frekuensi jantung (cepat pada awal sepsis kemudian pelan pada sepsis lanjutan)
6.      Bernafas sangat cepat atau kesulitan bernafas
7.      Perubahan warna kulit (pucat atau biru)
8.      Kuning pada kulit dan mata
9.      Ruam kemerahan
10.  Kurang produksi urin
C.    Etiologi
ü  Sepsis pada BBL hampir selalu disebabkan oleh bakteri, seperti E.coli, listeria monocytogenes, Neisseria meningiditis, streptokokus group B adalah penyebab sepsis pada BBL dan bayi <3 bulan.
ü  Bayi premature dalam perawatan intensif lebih rentan untuk mengalami sepsis karena system kekebalan tubuhnya yang belum terbentuk sempurna dan mereka mendapat perawatan invasive, seperti infuse, kateter, selang pernafasan (ventilator)
ü  Tempat masuk infuse atau kateter dapat menjadi jalan masuk bakteri yang normalnya hidup di permukaan kulit untuk masuk ke dalam tubuh dan menyebabkan infeksi.
ü  Pada bayi baru lahir, sepsis terjadi bila bakteri masuk ke dalam tubuh bayi dari ibu selama kehamilan (riwayat kehamilan ibu dengan DM, eklampsi, maupun penyakit bawaan) atau persalinan (persalinan dengan tindakan cunam, vakum, SC).
D.    Diagnosis
Gejala sepsis seringkali tidak khas pada bayi, maka diperlukan bantuan pemeriksaan laboratorium untuk menegakkan atau menyingkirkan diagnosis sepsis : tes darah, urin, pungsi lumbal (pengambilan cairan otak dari tulang belakang untuk mengetahui apakah bayi terkena meningitis), rontgen, dan jika bayi menggunakan perlengakapan medis seperti infuse maka cairan dalam perlengkapan medis tersebut akan diperiksa ada tidaknya tanda-tanda infeksi.
E.     Penatalaksanaan
1.      Kaji riwayat maternal, identifikasi bayi terkena infeksi
2.      Cegah transmisi infeksi (teknik cuci tangan, pertahankan teknik sterilitas pada tiap tindakan)
3.      Observasi (TTV, warna kulit, Intake Output, tonus otot)
F.     Komplikasi
Sepsis dapat mengakibatkan komplikasi yang serius mengenai ginjal, paru-paru, otak dan pendengaran bahkan kematian.
G.    Stabilisasi
1.      Mencegah transmisi infeksi
2.      Meberikan bantuan oksigenasi bila perlu
H.    Rujukan
1.      PONED Obgyn / PUSKESMAS
2.      Rumah Sakit
I.       Dokumentasi
Data Subjektif : ibu mengatakan bahwa bayinya mengalami demam, muntah, tidak mau minum ASI, serta lemas
Data objektif : Suhu tubuh >38oC diukur melalui anus atau lebih rendah dari normal, Bernafas sangat cepat atau kesulitan bernafas, Perubahan warna kulit (pucat atau biru), Kuning pada kulit dan mata, Ruam kemerahan, Kurang produksi urin
Assasement : By.Ny.”…” Usia ….. dengan Sepsis Neonaturum
Penatalaksanaan : menjaga suhu tubuh bayi agar tetap hangat → Observasi (TTV, warna kulit, Intake Output, tonus otot)

2.5  KEJANG
A.    Pengertian
Kejang merupakan salah satu kegawatan yang sering ditemukan dalam praktek sehari-hari dengan angka kesakitan dan kematian yang tinggi. Lebih dari sepertiga penderita hidup dengan gejala sisa (sequele).
Kejang pada bayi baru lahir ialah kejang yang timbul masa neonatus atau dalam 28 hari sesudah lahir (Buku Kesehatan Anak) Menurut Brown (1974) kejang adalah suatu aritma serebral. Kejang adalah perubahan secara tiba-tiba fungsi neurology baik fungsi motorik maupun fungsi otonomik karena kelebihan pancaran listrik pada otak (Buku Pelayanan Obstetric Neonatal Emergensi Dasar).

B.     Gejala
Kejang pada neonatus sangat bervariasi, sehingga seringkali sulit untuk dikenali secara dini.
Ø  Kejang subtle adalah kejang manifestasinya tidak jelas, bentuknya hampir tidak terlihat, terutama bila tidak biasa mengenal dan menangani neonatus normal. Gerakan yang timbul bermacam-macam seperti menghisap, gerakan bola mata yang tidak terkoordinasi, gerakan anggota gerak yang tidak terkoordinasi, apneu berulang, dan lain-lain
Ø  Kejang tonis berupa ekstensi kedua tungkai yang sering disertai  ngerakan fleksi anggota gerak atas. Kejang ini dijumpai pada bayi dengan BBLR
Ø  Kejang klonus mutifokal adalah gerakan klonus pada satu atau beberpa anggota gerak yang berpindah-pindah.
Ø  Kejang neoklonus adalah gerakan seperti reflek moro dengan fleksi semua anggota gerak. Kejang ini menunujkkan adanya kerusakan luas dari susunan syaraf pusat.
C.    Etiologi
1.      Metabolik
a.       Hipoglikemia : Bila kadar darah gula kurang dari 30 mg% pada neonatus cukup bulan dan kurang dari 20 mg% pada bayi dengan berat badan lahir rendah. Hipoglikemia dapat dengan/tanpa gejala. Gejala dapat berupa serangan apnea, kejang sianosis, minum lemah, biasanya terdapat pada bayi berat badan lahir rendah, bayi kembar yang kecil, bayi dari ibu penderita diabetes melitus, asfiksia.
b.      Hipokalsemia : keadaan kadar kalsium pada plasma kurang dari 8 mg/100 ml atau kurang dari 8 mg/100 ml atau kurang dari 4 MEq/L. Gejala: tangis dengan nada tinggi, tonus berkurang, kejang dan diantara dua serangan bayi dalam keadaan baik.
c.       Hipomagnesemia : kadar magnesium dalam darah kurang dari 1,2 mEg/l. biasanya terdapat bersama-sama dengan hipokalsemia, hipoglikemia dan lain-lain.
d.      Hiponatremia dan hipernatremia : kadar Na dalam serum kurang dari 130 mEg/l. gejalanya adalah kejang, tremor. Hipertremia, kadar Na dalam darah lebih dari 145 mEg/l. Kejang yang biasanya disebabkan oleh karena trombosis vena atau adanya petekis dalam otak.
e.       Defisiensi pirodiksin dan dependensi piridoksisn Merupakan akibat kekurangan vitamin B6. gejalanya adalah kejang yang hebat dan tidak hilang dengan pemberian obat anti kejang, kalsium, glukosa, dan lain-lain. Pengobatan dengan memberikan 50 mg pirodiksin
f.       Asfiksia : Suatu keadaan bayi tidak bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir etiologi karena adanya gangguan pertukaran gas dan transfer O2 dari ibu ke janin.
2.      Perdarahan intrakranial
Dapat disebabkan oleh trauma lahir seperti asfiksia atau hipoksia, defisiensi vitamin K, trombositopenia.  Perdarahan dapat terjadi sub dural, dub aroknoid, intraventrikulus dan intraserebral. Biasanya disertai hipoglikemia, hipokalsemia. Diagnosis yang tepat sukar ditetapkan, fungsi lumbal dan offalmoskopi mungkin dapat membantu diagnosis. Terapi : pemberian obat anti kejang dan perbaikan gangguan metabolism bila ada
3.      Infeksi
Infeksi dapat menyebabkan kejang, seperti : tetanus dan meningitis
4.      Genetik/kelainan bawaan
D.    Diagnosis
1.      Anamnes
a.       Anemnesa lengkap mengenai keadaan ibu pada saat hamil
b.      Obat yang di minum oleh ibu saat hamil
c.       Obat yang diberikan dan yang diperlukan sewaktu persalinan
d.      Apakah ada anak dan keluarga yang sebelumnya menderita kejang dan lain-lain.
e.       Riwayat persalinan: bayi lahir prematus, lahir dengan tindakan, penolong persalinan, asfiksia neontorum
f.       Riwayat immunisasi tetanus ibu, penolong persalinan bukan tenaga kesehatan
g.      Riwayat perawatan tali pusat dengan obat tradisional
h.      Riwayat kejang, penurunan kesadaran, ada gerakan abnormal pada mata, mulut, lidah, ekstremitas
i.        Riwayat spasme atau kekakukan pada ekstremitas, otot mulut dan perut
j.        Kejang dipicu oleh kebisingan atau prosedur atau tindakan pengobatan
k.      Riwayat bayi malas minum sesudah dapat minum normal
l.        Adanya faktor resiko infeksi
m.    Riwayat ibu mendapatkan obat, misal: heroin, metadon, propoxypen, alkohol
n.      Riwayat perubahan warna kulit (kuning)
Saat timbulnya dan lama terjadinya kejang
2.      Pemeriksaan fisik
a.       Kejang
1)      Gerakan normal pada wajah, mata, mulut, lidah dan ekstremitas
2)      Ekstensi atau fleksi tonik ekstremitas, gerakan seperti mengayuh sepeda, mata berkedip berputar, juling
3)      Tangisan melengking dengan nada tinggi, sukar berhenti
4)      Perubahan status kesadaran, apnea, ikterus, ubun-ubun besar menonjol, suhu tidak normal
b.      Spasme
1)      Bayi tetap sadar, menangis kesakitan
2)      Trismus, kekakuan otot mulut pada ekstremitas, perut, kontraksi otot, tidak terkendali dipicu oleh kebisingan, cahaya atau prosedur diagnostik
3)      Infeksi tali pusat
3.      Pemeriksaan laboratorium
     Gula darah, kalsium, fospor, magnesium, natrium, bilirubin, fungsi lumbal, darah tepi, dan kalau mungkin biakan darah dan cairan serebrospinal foto kepala dan EEG, pemeriksaan sedapat mungkin terarah.
E.     Penatalaksanaan
Sebelum penyakit primer atau sebabnya diketahui, kejang harus segera ditolong dengan pemberian anti konvulsan, misalnya diberikan diazepam 0,3-0,5 mg/kg BB IV atau IM
Setelah penyakit primer diketahui, maka pengobatan ditujukan untuk mengatasinya. Pemberian kortikosteroid pada kejang masih menjadi kontrversi. Pemberian vitamin K IM pada trauma persalinan sangat dianjurkan. Koreksi terhadap elektrolit, cairan dan gangguan metabolisme yang ada.

F.     Stabilisasi
tatalaksana-kejang-demam.jpg

G.    Prognosa
Tergantung dari cepat lambatnya timbul kejang (makin dini timbulnya kejang, makin tinggi angka kematian dan gejala usia) beratnya penyakit, fasilitas laboratorium, cepat lambatnya mendapat pengobatan yang adekuat dan baik tidaknya perawatan.
H.    Rujukan
1.      PUSKESMAS
2.      Rumah Sakit
I.       Dokumentasi
Data Subjektif : ibu mengatakan bahwa bayinya melakukan gerakan yang tidak biasa (mata melotot, nafas mengap-mengap)
Data objektif : gerakan bola mata yang tidak terkoordinasi, gerakan anggota gerak yang tidak terkoordinasi, apneu berulang
Assasement : By.Ny.”…” Usia ….. dengan kejang
Penatalaksanaan : menjaga suhu tubuh bayi agar tetap hangat → pemberian anti konvulsan


BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Bayi baru lahir atau neonatus meliputi umur 0 – 28 hari. Kehidupan pada masa neonatus ini sangat rawan oleh karena memerlukan penyesuaian fisiologik agar bayi di luar kandungan dapat hidup sebaik-baiknya. Beberapa masalah atau kasus yang bisa timbul pada bayi tersebut antara lain asfiksia, hipoglikemia, sepsis, maupun kejang.

3.2 SARAN
Masalah pada neonatus biasanya timbul sebagai akibat yang spesifik terjadi pada masa perinatal. Tidak hanya merupakan penyebab kematian tetapi juga kecacatan. Oleh karena itu, tenaga kesehatan harus memahami mengenai masalah-masalah tersebut



DAFTAR PUSTAKA

Lucille Packard Children’s Hospital at Stanford. 2013. Hypoglycemia in the           Newborn
Obsteri & Ginekologi, Oleh Dr. Chrisdiono M. Achadiat Sp. OG, EGC.










MEMAHAMI KASUS KOMPLIKASI PADA BBL

MAKALAH MEMAHAMI KASUS KOMPLIKASI PADA BBL (Asfiksia Intrauterin, Asfiksia Ekstrauterin, Hipoglikemia, Sepsis, Kejang) Disusun ...